Sunday, July 13, 2008

Cerita Perjalanan 2: Kultur

Pengalaman saya ke Amerika tahun lalu yang saya ceritakan di bagian pertama, saya lanjutkan di bagian ini. Saya ceriterakan bagian dari perjalanan di sana dan pulang. Terutama berkaitan dengan perbedaan kultur yang saya amati.

Sebelumnya saya cukup minder juga, meskipun katanya orang Amerika sangat menghargai perbedaan kultur. Tapi ada juga beberapa kejadian yang kurang menyenangkan meskipun tidak banyak.

Sekali waktu keponakanku ngajak kami makan di restoran Meksiko. Ketika pesan sesuatu karena tidak jelas saya sempat bingung, dan salah satu "pelayan counter makanan" kelihatannya anak si empunya toko, menyembunyikan senyum atau ketawa kecil, entah apa maksudnya. Tapi di lain tempat saya tidak mengalami masalah. Naik bus menjelejahi kota, masuk ke mall demi mall. Meskipun mungkin mereka tidak begitu familiar dengan pronounciation ku tapi mereka cukup sabar melayani kita.
Ketika di Chicago, masuk museum, malah yang Negro (kebanyakan petugas securitynya Negro) yang lebih galak. Ketika cucuku (anak nya keponkanku) lari-lari, si penjaga security ini dengan tidak ramah mengatakan "sorry, we are not running here"...oh ok kataku. Soalnya aku juga gak ngerti kenapa dia ngomongnya ke aku, bukan ke ibunya.
Giliran pulang ke Indonesia, di pemeriksaan imigrasi, aku rada tertahan. Entah kenapa aku harus mengalami table in paling tidak begitulah kedengarannya. Jadi aku dan anakku harus mengikuti sebuah pemeriksaan yang cukup teliti, sampai ke isi tas. Mereka mencoba menyapukan sesuatu ke tas tanganku. Tapi akhirnya lepas juga. Koper yang tidak boleh dikunci dulu, sampai Indonesia tidak terkunci. Tapi syukur aman-aman saja, tidak ada yang hilang atau terbuka.
Yang seru di pesawat, biasanya stewardess Northwest ramah-ramah. Kali ini rada judes. Ketika aku minta minum, karena melihat dia membawa air, dia menjawab dengan judes. Minta aku bersabar dulu. Malah dia lari ke bagian belakang dulu dan lamaaa baru muncul lagi ngasih minum.
Kali ini aku sederet dengan orang Jepang. Kebetulan dia di bagian luar, aku dan anakku di bagian dalam. Kelihatannya dia cukup berpendidikan, tapi jarang ngomong, diam sekali. Kebetulan dapat tempat duduk dekat dengan dapu dan toilet. Ada sedikit ruang kosong. Yang rada aneh karena banyak orang China (kelihatannya begitu dari bicaranya) dan makanan yang disajikan mau tidakmau kelihatannya ada baconnya. Wah nyaris mag aku karena gak bisa makan. Orang-orang China ini rupanya tidak bisa diam duduk. Jadi kerjanya mondar mandir. Ngobrol dengan temannya dekat dapur. Kadang masuk dapur ambil minuman. Perjalanan Detroit - Narita memang panjang sekali, dan anehnya kita tidak merasakan penggantian hari, karena rasanya sore terus, sorenya panjang sekali. Mungkin dalam rangka menghindari jetlag ini mereka gak tidur malah jalan-jalan dan ngobrol di gang satu sama lain. Sampai kadang-kdanag diingatkan untuk tidak ribut.
Bukan hanya satu dua yang begitu. Jadi gang di peswat itu cukup rame. Aku mengerti mengapa kemudian stewardess nya jadi kurang ramah. Pengalaman mereka rupanya, penerbangan Detroit - Narita dipenuhi orang China, Korea yang transit di Narita. Dan ini membuat mereka sering kesal, kedengaran dari obrolan sesama stewardess. Akibatnya, karena mungkin aku juga dikira orang Asia jadi sama saja, dijudesin juga. Padahal stewardessnya India.
Kalau dilihat, memang mirip orang Indonesia, mereka bergerombol, ngobrol ribut, tidak tertib, bahkan tidak ngantri dengan tertib, main serobot aja.
Sampai Narita ada cerita seru lagi, petugas bandara berusaha dengan ramah memeriksa kita, meskipun kadanag mereka juga gak ngerti. Sekali lagi aku kena pemeriksaaan. Segera aku tahu mungkin jarum hakken ku yang akan jadi masalah. Segera kukeluarkan. Ini kali yang jadi masalah. Ya dia bilang. Trus dia tanya, buat apa sih jarum itu. Aku bilang "it is crochetting needle" Aku pikir dia bakal ngarti, soalnya kan Jepang salah satu penghasil buku-buku crochetting yang terkenal, misalnya Ondori. Eh trus dia ketawa, sambil gak negrti. Tapi yang penting saya lolos.
Perjalanan Narita-Singapur dilakukan malam hari, sampai di Singapur jam 2 pagi waktusingapur. Bandara sepiiiii....cari tempat mandi rada serem juga. orang Malaysia atau mungkin juga Philipina petugsa pembersih toilet yang menutup toilet dengan alasan lagi dibersihkan. Rada sebel juga. Mungkin dikira aku TKW. Ehm...kalau sudah sampai sini aku suka serba salah, tidak mau dianggap TKW di negeri orang, sama saja dengan tidak menghargai bangsa sendiri. Tapi sebel juga dianggap begitu. Jadi ketika aku mencoba konfirmasi penerbangan ke Jakarta, tanggapan ground crew nya nyebelin banget. Meskipun aku mencoba memahami, bahwa kultur orang Singapur yang serba lempeng, tak urung sedih dan sebel juga. Anehnya, ketika kuperlihatkan kalau aku tidak suka diperlakukan seperti itu, dan aku ikuti aturan yang ada, dan ternyata memang namaku ada di manifest, dia minta maaf juga. Jadi selalu ada perbedaan sikap terhadap segala sesuatu. Di sini barangkali yang disebut dengan culture competency itu diperlukan. Fleksibilitas, kelapangan hati, menghadapi perbedaan sikap dan perilaku orang lain yang berbeda budaya ini yang diperlukan ketika berada di negeri orang.

Lain padang lain belalang.