Wednesday, May 30, 2007

Hero or Looser

Siang itu aku terperangkap di tengah pertengkaran dua kolegaku. Ingin menghindar tapi kok tidak enak ya. Juga sedikit penasaran dengan apa yang dipertengkarkan mereka. Apa pasal? Ternyata ini persoalan lama yang menumpuk yang buntutnya berakhir pada perang argumentasi dan tuduhan ini. Yang satu merasa sudah membantu yang lain merasa justru dihambat, dan baru diselesaikan persoalannya pada saat yang sudah sangat mendesak. Kalau dirunut lebih jauh beberapa hal yang aku tangkap dari pertengkaran ini adalah:
Pihak program studi merasa tidak dibantu sama sekali selama ini, karena tidak ada kebijakan dan prosedur tertulis yang bisa dijadikan pegangan sehingga prodi tidak tahu apa yang harus dilakukan untuk mengusulkan pencairan dana untuk berbagai kegiatan. Di samping itu prodi juga merasa seringkali melakukan pekerjaan yang bukan pekerjaannya. Tapi, demi kelancaran operasi akademik terpaksa menjalankan tugas tersebut. Sehingga mereka berpikir, kenapa gak jadi departemen aja kalau begitu.
Pihak administrasi merasa, program studi seringkali mengusulkan anggaran yangt idak jelas dan mepet waktunya, sehingga menyulitkan. Masalahnya prosedur pengajuan dana itu panjang. Selain itu seringkali kalau ada komplain, program studi seringkali langsung protes atau memarahi bawahan pengelola administrasi ini, dan membuat stress. jadi permintaan wds adalah kalau ada komplen jangan langsung ke bawah dong.
Ok kata prodi kalau ada jam rusak maka saya akan ke wds. Bener gitu harus begitu? Alasannya adalah itu hal krusial bagi program studi. Misalnya jam rusak harus segera dibetulkan karena ada kaitannya dengan perhitungan keterlambatan mahasiswa yang datang.

Kelihatannya ada yang tidak beres dalam organisasi kerja SBM. Bagaimana mekanisme dan SOP yang perlu dijalani dalam mengurus aktivitas dari sejak klien, program studi, keuangan, sdm, dst.

Aku tercenung lama setelah itu...apa masalahnya? Kurang percaya? kurang kerjasama? masihkah kita dalam satu tim? terlalu banyak aktivitas sehingga tidak sempat menjalin hubungan baik dengan anggota tim yang lain? Bahaya sekali. Saya jadi ingat ketika anak anak masih kecil. Setiap bulan, kami menengok orangtuaku di Garut. Dengan dua anak masih kecil tidak heran kalau bawaan kami seabreg. Di sana boro boro sempat nyuci, kalaupun sempat nyuci hanya pakaian yang memang tidak bisa ditunda nyucinya, seperti pakaian anak-anak, yang tidak mungkin dibawa pulang dalam situasi kotor. Jadilah, kesibukan tersendiri ketika kembali ke rumah. Cucian harus dipisahkan. Barang-barang dibereskan kembali ke tempatnya. Masak untuk sore atau malam itu. Nyimpen oleh oleh ke lemari atau kulkas, dsb dsb. Anal-anak juga rewel kecapean. Badan sendiri, capek pula. Dalam situasi ini kalau tidak sadar, maka pertengkaran seringkali muncul tanpa disadari. Apakah situasi sbm sudah seperti ini? Semua sudah drawn in their job sehingga toleransi menjadi sangat rendah? Atau sudah hilangkah saling percaya antar anggota tim sehingga saling mencurigai? There is not any teamwork anymore. Semua ingin sendiri sendiri. Semua memikirkan KPI nya sendiri, kalau ada KPI. Semua mikirnya pokoknya pekerjaanku harus beres. Salah? Tidak juga. Yang salah barangkali bagaimana mencapai tujuan bersama dan bagaimana orang dihargai secara memadai, berkarya langsung atau tidak. Jika pujian selalu hanya ditujukan kepada seseorang, padahal ini hasil kerja tim, maka masuk akal saja jika yang satu merasa tidak memiliki hasil akhir. Cag!

No comments: